Tak Usah “Regejekan”, Semua Bisa Dikomunikasikan

By Admin

nusakini.com--Sejumlah kabupaten/ kota yang tingkat kemiskinannya sudah rendah dibandingkan standar garis kemiskinan nasional (10,12 persen), disarankan untuk menaikkan standar garis kemiskinannya. Dengan begitu akan memicu upaya lebih keras untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Hal tersebut disampaikan Plt Gubernur Jawa Tengah Drs H Heru Sudjatmoko MSi dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah Wilayah (Musrenbangwil) eks Keresidenan Semarang di Pendapa Kabupaten Kendal, Jumat (16/3). Dia menunjuk contoh Kota Semarang yang kemiskinannya kurang lebih empat persen, yang diukur dengan standar/ parameter nasional. 

“Bagi daerah-daerah yang angka kemiskinannya sudah rendah, saya menyarankan keberanian daerah untuk membuat standar sendiri. Standarnya dinaikkan. Jadi katakanlah kemiskinan dengan standar nasional empat persen, kalau dinaikkan barangkali menjadi 10 persen. Nggak apa-apa. Itu berarti upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lebih keras,” papar Heru 

Dia berpandangan menaikkan standar diperlukan, karena kategori antara yang miskin dan hampir miskin dengan standar saat ini, sebenarnya masuk kategori miskin. Namun, ini belum perlu dilakukan oleh kabupaten/ kota yang standar garis kemiskinannya masuk kategori tinggi. 

Ditambahkan, upaya untuk menanggulangi kemiskinan harus dibantu tangan-tangan panjang pemerintah yang ada di tingkat terbawah. Sebab, merekalah yang tahu persis kondisi warganya. Mereka yang bisa memastikan jika warganya yang miskin tidak kekurangan makan, bisa bekerja, dan anak-anaknya bersekolah. 

Selanjutnya, Mantan Bupati Purbalingga itu berpendapat untuk memperluas lapangan kerja, pemerintah harus mendorong tumbuhnya UMKM dan investasi, diiringi dengan penyediaan kualitas SDM yang terampil. Bagaimana pun memberikan bekal ketrampilan baik melalui pendidikan formal maupun informal sangat diperlukan. 

“Saya punya contoh di Salatiga ada pabrik sepatu kekurangan tenaga, sulit merekrutnya karena kualifikasi tenaga kerja yang ada, yang memenuhi syarat, terbatas. Padahal keterampilan yang dibutuhkan cuma keterampilan menjahit. Saya sampai penasaran dan bicara pada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Provinsi, red), bagaimana kalau seluruh SMK diberi keterampilan menjahit. Termasuk Disnaker. Pendidikan vokasi yang formal di sekolah, yang nonformal melalui pelatihan-pelatihan,” urai dia. 

Meski bekal keterampilan yang diberikan sederhana, imbuh dia, tapi itu bisa menjawab kebutuhan tenaga kerja yang tidak bisa ditunda. Sebab, jika investor sudah membangun pabrik di Jawa Tengah tapi tenaga kerjanya sulit, artinya itu menjadi salah satu kendala ramah investasi. 

Heru juga berpesan agar dalam membuat perencanaan pembangunan, kepala daerah tidak hanya membuat program yang sifatnya populis.Tetapi, populis sekaligus sustainable atau berkelanjutan. Sehingga, harus mengombinasikan naluri politik dengan naluri teknokrat kita. Apabila kurang yakin, dapat meminta para pakar dan akademisi untuk membantu. 

“Jika membangun infrastruktur, pastikan infrastruktur yang dibangun bukan untuk popularitas tapi memberi manfaat besar secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Saat membangun, kualitasnya harus bagus, tahan lama dan biayanya efisien, serta harus betul-betul dicermati,” pesannya. 

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP menambahkan, kegiatan musrenbangwil menjadi media yang membangun kebersamaan antara eksekutif dan legislatif dalam merencanakan pembangunan. Tidak perlu regejekan atau uder-uderan mengenai masalah anggaran. Semua aspirasi bisa dikomunikasikan dengan baik. 

“Bahasa politiknya bargaining. Kalau baik, akan lancar. Dan saya tidak berharap, di eks Keresidanan Semarang ada yang terlambat dalam persetujuan APBD 2019,” tuturnya. 

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Dr Ir Sri Puryono KS MP meminta dalam penyusunan anggaran tidak ada saling rebut, tak usah regejekan. Selesaikan semuanya dengan komunikasi yang baik. Dia juga berharap dalam penyelesaian APBD 2019, tak ada lagi pemerintah kabupaten/ kota yang terlambat. 

“Saya punya angan-angan, antara Juni-Juli 2018, KUA PPAS sudah selesai. Sehingga Oktober APBD sudah selesai, tidak perlu menunggu Desember. Kepala Bappeda, kalau memungkinkan, beri penghargaan untuk daerah yang bisa menyelesaikan APBD lebih awal,” tegasnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jateng Ahmadi memberikan sejumlah catatan yang perlu dibahas dalam musrenbangwil ini. Antara lain, penyelenggaraan pendidikan dan kesehatan yang baik untuk semua warga, termasuk masyarakat difabel, pembangunan infrastruktur terutama yang memiliki potensi bagus, upaya melestarikan alam, pengawasan dan pengendalian pertambangan, pengembangan pertanian dan ekonomi kreatif, serta upaya pengurangan risiko bencana. (p/ab)